KESEMPURNAAN SOLAT DAN KHUSYUK SEWAKTU SOLAT

Solat merupakan salah satu hal yang membezakan agama Islam dengan agama yang lainnya. Karena itu, solat wajib dikerjakan bagi setiap umat Islam. Solat wajib ini terdiri dari 5 waktu. Dan dalam pelaksanaannya, dianjurkan menyempurnakan solatnya dan melakukannya secara khusyuk.

Al-Faqih berkata: Muhammad bin Al Fadl menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ja’far menceritakan kepada kami, Ibrahim bin Yusuf menceritakan kepada kami, Waki’ menceritakan kepada kami dari Sufyan dari Abu Nadlrah dari Salim bin Al Ju’d dari Salman Al Farisi r.a, bahwasanya ia berkata, "Solat itu adalah bagaikan timbangan, barangsiapa yang menyempurnakannya, maka akan sempurna baginya, akan tetapi barangsiapa yang curang, maka akan terkena ancaman sebagaimana yang difirmankan oleh Allah dalam surat Al-Muthaffifin”

Dari Hudzaifah bin Al Yaman r.a, bahwasanya ia melihat seseorang yang tidak sempurna rukuk dan sujudnya lalu ia berkata, "Seandainya kamu mati dalam keadaan solat yang seperti ini niscaya kamu mati diluar kesucian (Islam).”

Dari Al Hasan Al Bashri dari Nabi s.a.w, bahwasanya beliau bersabda, "Maukah kamu aku beritahu tentang pencuri yang paling jahat?" Para sahabat menjawab, "Mau wahai Rasulullah" Beliau bersabda, "Iaitu orang yang mencuri dari solatnya" Ada yang bertanya, "Bagaimana seseorang mencuri dari solatnya?" Beliau bersabda, "Ia tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya”

Dari Ibnu Mas’ud r.a, bahwasanya ia berkata, "Barangsiapa yang solatnya tidak mendorong dirinya untuk mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran, maka ia tidak menambah hubungannya dengan Allah, melainkan malah bertambah jauh," dan Ibnu Mas’ud membacakan ayat, "Dan laksanakanlah solat. Sesungguhnya solat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar" (QS. al-Ankabut: 45).

Dan Al Hakam bin Uyainah, di mana ia berkata, "Barangsiapa yang di dalam solatnya memperhatikan orang yang berada di sebelah kanan dan kirinya, maka solatnya tidak ada gunanya”

Dari Muslim bin Yasar bahwasanya ia berkata kepada keluarganya, "Jika aku sedang solat maka berbicaralah, niscaya aku tidak akan mendengar apa yang kamu bicarakan”

Diceritakan dari Ya’qub Al Qari’ bahwasanya sewaktu ia sedang mengerjakan solat, datanglah seorang pencopet untuk mengambil sorbannya lalu pencopet itu membawanya ke teman-temannya, dan mereka tahu bahwa serban itu adalah milik Ya’kub, lalu mereka menasihatkan kepada pencopet itu, "Kembalikanlah sorban itu kepadanya karena ia adalah orang yang soleh sehingga kami takut akan doanya" Lantas pencopet itu mengembalikan serban itu dan meletakkan di bahunya dan minta maaf atas perbuatannya itu. Setelah Ya’kub selesai mengerjakan solat, ia diberitahu yang demikian itu, akan tetapi ia berkata, "Aku tidak tahu siapa yang mengambil dan siapa yang mengembalikannya.”

Diceritakan dari Rabi’ah Al ‘Adawiyah bahwasanya ia pernah mengerjakan solat dan tempat sujudnya adalah bekas tempat ikan lalu mata Rabi’ah kemasukan duri, akan tetapi ia tidak merasakannya sampai selesai dari solatnya.

Diriwayatkan dari Al Hasan bin Ali r.a, bahwasanya bila ia akan berwudhu maka mukanya berubah, dan waktu ditanya kenapa demikian, ia menjawab, "Saya akan berdiri di depan Maha raja Yang Perkasa." Dan bila ia berada di pintu masjid, ia menengadahkan kepala sambil mengucapkan, "Wahai Tuhanku, hamba-Mu berada di pintu-Mu. Waha Dzat Yang Maha Baik, orang yang berdosa telah datang untuk menghadap-Mu. Engkau telah memerintahkan kepada orang baik untuk memberikan maaf kepada orang yang berdosa kepadanya, sedangkan Engkau Dzat Yang Maha Baik dan saya adalah hamba yang berdosa, maka ampunilah keburukan saya karena kebaikan yang ada padaMu wahai Dzat Yang Maha Mulia," kemudian setelah itu ia masuk masjid.

Diriwayatkan dari Nabi s.a.w, bahwasanya beliau melihat seseorang yang sedang mengerjakan solat dan ia memegang-megang janggutnya, lalu beliau bersabda, "Seandainya hatinya khusyuk, maka anggota tubuhnya pun ikut khusyuk."

Diriwayatkan dari Ali bin Abu Thalib r.a, bahwasanya apabila waktu solat datang, persendiannya gementar dan mukanya berubah, lalu ditanya kenapa demikian, ia menjawab, "Telah datang saat untuk menunaikan amanah yang ditawarkan oleh Allah kepada langit, bumi dan gunung, akan tetapi semuanya enggan untuk menerimanya karena khawatir tidak bisa menunaikannya, namun manusia mau menerimanya. Aku tidak tahu apakah aku bisa menunaikan amanah itu dengan baik atau tidak."

Diriwayatkan pula bahwa peristiwa yang serupa terjadi pada diri Zainal Abidin bin Al Husain bin Ali bin Abu Thalib r.a.

Dari Sa’id bin Jubair bahwasanya ia berkata, "Sewaktu kami (saya, Ikrimah, Maimun bin Mahran, Abul ‘Aliyah dan yang lain) bersama-sama dengan Ibnu Abbas r.a di dalam masjid di daerah Tha’if, sewaktu mu’adzin mengumandangkan Allahu Akbar, Ibnu Abbas langsung menangis, sehingga sorbannya basah dan matanya merah, lantas Abul ‘Aliyah bertanya kepadanya, "Wahai saudara sepupu Rasulullah, kenapa kamu menangis dan kenapa kelihatan begitu sedih. Biasanya kami tidak pernah menangis bila mendengar azan, akan tetapi saat ini kami menangis karena melihat tangismu.”

Ibn Abbas berkata, "Seandainya manusia mengerti benar apa yang diucapkan oleh mu’adzin, niscaya mereka tidak akan pernah istirahat dan tidak pernah tidur."

Ada seseorang yang bertanya kepadanya, "Beritahukanlah kepada kami apa sebenarnya yang diucapkan oleh mu’adzin itu?”

Ibn Abbas berkata, "Apabila mu’adzin mengucapkan Allahu Akbar-Allahu Akbar, maka sebenarnya ia mengucapkan, "Wahai orang-orang yang sedang sibuk, sambutlah azan ini, istirhatkanlah badanmu, dan cepat-cepatlah untuk melakukan kebaikan." Apabila mu’adzin mengucapkan Asyhadu Allaa Ilaaha Illallah, maka sebenarnya ia mengucapkan, "Saya persaksikan kepada semua makhluk yang berada di langit dan di bumi untuk menjadi saksi bagi saya dihadapan Allah nanti pada hari kiamat bahwasanya saya telah menyeru kamu sekalian." 

Apabila mu’adzin mengucapkan Asyhadu Anna Muhammadar Rasuulullaah, maka sesungguhnya ia mengcapkan, "Nanti pada hari kiamat semua nabi termasuk Nabi Muhammad s.a.w menjadi saksi bagi saya bahawasanya saya telah memberitahukan kepadamu lima kali sehari semalam." Apabila mu’adzin mengucapkan Hayya Alasalaah, maka sebenarnya ia mengucapkan, "Sesungguhnya Allah telah menegakkan agama ini untuk kamu, maka tegakkanlah." 

Apabila mu’adzin mengucapkan Hayya Alalfalaah, maka sebenarnya ia mengucapkan, "Masuklah kamu ke dalam rahmat, dan ambillah bagian petunjukmu." Apabila mu’adzin mengucapkan Allahu Akbar-Allahu Akbar, maka sebenarnya ia mengucapkan, "Segala pekerjaan haram sebelum melaksanakan shalat." Dan apabila mengucapkan La ilaaha illallah, maka sebenarnya ia mengucapkan, "Inilah amanah tujuh langit dan tujuh bumi telah diletakkan di lehermu, maka terserah kamu apakah akan melaksanakannya atau akan meninggalkannya.”

Diriwayatkan dari Nabi s.a.w, bahwasanya beliau bersabda, "Sesungguhnya adakalanya dua orang sama-sama mengerjakan solat di mana rukuk dan sujud kedua orang itu sama, akan tetapi perbedaan shalat kedua orang itu bagaikan perbedaan langit dan bumi.”

Mihrab itu dinamakan dengan mihrab, yang berarti medan perang, karena ia tempat untuk berperang melawan syaitan yang berusaha sekuat tenaga untuk menggoda manusia agar hatinya tidak khusyuk.

Diceritakan bahwa Hatim Az Zahid sewaktu masuk ke rumah Isham bin Yusuf, Isham bertanya, "Wahai Hatim, apakah kamu telah menyempurnakan solatmu?" Hatim menjawab, "Ya." Isham bertanya, "Bagaimana kamu mengerjakan solat?" Hatim menjawab, "Apabila telah dekat waktu solat, saya mengerjakan wudhu dengan sempurna lalu berdiri tegak di tempat solat sampai semua anggota tubuh tenang dan siap, dan saya membayangkan seolah-olah Ka’bah berada di depan mata, maqam berada di depan dada, Allah Ta’ala mengetahui apa yang ada di dalam hati, seolah-olah telapak kaki berada di atas titian siratalmustaqim, surga berada di sebelah kanan, neraka di sebelah kiri, malaikat maut berada di belakang, dan saya membayangkan bahwa solat ini adalah solat yang terakhir bagi saya. 

Kemudian saya mengucapkan takbir dengan khusyuk, membaca bacaan dengan tafakkur, rukuk dengan tawaduk, sujud dengan tunduk merendah, lantas duduk dengan sempurna, membaca tasyahhud dengan penuh harapan dan kecemasan, dan saya serahkan semua ini dengan ikhlas. Saya bangun dari solat itu dengan perasaan penuh harapan dan kecemasan, lalu saya hati-hati dalam mengerjakan semuanya ini dengan penuh kesabaran." Isham berkata, "Demikian itulah cara solatmu?" Hatim menjawab, "Ya, demikian itulah cara solatku." Isham bertanya, "Wahai Hatim, sudah berapa lama kamu melakukan solat yang demikian itu?"  Hatim menjawab, "sudah 30 tahun." Kemudian Isham menangis dan berkata, "Saya belum pernah sekalipun solat seperti cara shalatmu itu."

Diceritakan bahwa pernah satu kali Hatim tidak dapat mengikuti solat berjamaah, dan hanya seorang saja di antara kawannya yang menjenguknya, lalu Hatim menangis dan berkata, "Seandainya anak saya mati, niscaya separuh dari penduduk Balkh ini akan menjenguk saya, akan tetapi saat ini, di waktu saya tidak dapat mengikuti solat jamaah hanya seorang teman saya saja, padahal seandainya semua anak saya mati, niscaya lebih ringan bagi saya daripada tidak dapat mengikuti solat jamaah."

Salah seorang alim berkata, "Solat itu ibarat hidangan oleh Allah untuk orang-orang yang mengesakanNya lima kali sehari semalam. Sebagaimana hidangan itu terdiri dari berbagai macam makanan yang setiap jenis makanan itu enak rasanya, maka demikian pula solat di mana solat itu terdiri dari tindakan dan zikir yang beraneka macam, yang masing-masing dari tindakan dan ucapan itu mendatangkan pahala dan menghapus dosa."

Ada yang mengatakan bahwa orang yang solat itu banyak, akan tetapi orang yang mendirikan solat itu hanya sedikit. Allah menyatakan tentang solat orang-orang mukmin itu dengan istilah "mendirikan solat," di mana Allah Ta’ala berfirman, "Dan orang-orang yang mendirikan solat," (QS. an-Nisa:162).

Sedangkan menyatakan tentang solat orang-orang munafik itu dengan istilah “orang-orang yang solat,” di mana Allah berfirman, "Maka celakalah orang yang solat, (iaitu) orang-orang yang lalai terhadap solatnya," (QS. al-Ma’un:4-5). Yang dimaksud bahwa orang-orang mukmin itu mendirikan solat adalah bahawa mereka mengerjakan solat dengan terus menerus, menjaga waktu, sempurna rukuk dan sujudnya.

Salah seorang ilmuan menyatakan bahwa orang-orang di dalam melaksanakan solat itu terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok khusus dan kelompok umum. Kelompok khusus adalah orang-orang yang mengerjakan solat dengan penuh hormat, melakukannya dengan rasa yakin dan mantap, menunaikannya dengan keagungan, dan selesai dengan perasaan takut. Sedangkan kelompok umum adalah orang-orang yang mengerjakan solat dengan lalai, melakukannya dengan masa bodoh, menunaikannya dengan keragu-raguan, dan selesai dengan perasaan mantap.

Salah seorang ilmuan dari Parsi berkata, "Apabila seseorang mengambil air wudhu dengan ragu-ragu tanpa keagungan, dan mengerjakan solat dengan ragu-ragu dan selalu memikirkan masalah dunia, maka solatnya tidak akan diterima.”

Salah seorang ilmuan berkata, empat hal terbenam dalam empat tempat dan kepalanya nampak di empat tempat, yaitu:

1). Keridhaan Allah terbenam di dalam ketaatan dan kepalanya nampak di rumah orang-orang yang dermawan.

2). Murka Allah terbenam di dalam kemaksiatan dan kepalanya nampak di rumah orang-orang kikir.

3). Kebahagiaan hidup dan kelapangan rezeki itu tersembunyi di dalam amal-amal yang berpahala, dan kepalanya nampak di rumah orang-orang yang mengerjakan solat.

4). Kesulitan hidup itu tenggelam dalam amal-amal jahat, dan kepalanya nampak di rumah orang-orang yang mempermudah terhadap solat.

Salah seorang ilmuan berkata, apabila orang-orang sibuk dalam enam hal, maka kamu pun harus sibuk dengan enam hal yaitu:

1). Apabila orang-orang sibuk dengan memperbanyak amal, maka hendaknya kamu sibuk dengan amal yang baik dan sempurna.

2). Apabila orang-orang sibuk dengan mengerjakan yang sunnah maka hendaknya kamu sibuk dengan menyempurnakan yang wajib.

3). Apabila orang-orang sibuk dengan memperbaiki yang nampak, maka hendaknya kamu sibuk dengan memperbaiki batin.

4). Apabila orang-orang sibuk menyelidiki aib orang lain, maka hendaknya kamu sibuk dengan menyelidiki aib sendiri.

5). Apabila orang-orang sibuk dengan membangun dunia, maka hendaknya kamu sibuk dengan membangun akhirat.

6). Apabila ornag-orang sibuk dengan mencari keridhaan makhluk, maka hendaknya kamu sibuk dengan mencari keridhaan Allah Ta’ala.

Wallahu a’lam bish shawaab 

(Sumber: Terjemah Tanbihul Ghafilin 2/Karya: Abu Laits As Samarqandi/Penerbit: PT Karya Putra Semarang)

Comments

Popular posts from this blog

BULUGHUL MARAM: BAB ZUHUD DAN WARA

TIDUR PENUH BERKAT DAN PAHALA

KHUTBAH RASULULLAH DI ARAFAH